✔ Pola Proposal Penelitian Dari Peran Kuliah
Contoh tawaran penelitian, bagi teman-teman yang hendak melakukan sebuah penelitian ihwal sastra disinilah tempatnya untuk mencari dan admin ini sanggup juga dijadikan sebuah pola mengenai pembuatan Proposal penelitian.
Pada awal penciptaan, proses penciptaan dan selesai penciptaannya, sebuah karya sastra memang milik pribadi seorang pengarang. Akan tetapi pada gilirannya, sastra diciptakan untuk sanggup dinikmati, diteladani, dipahami maupun dimanfaatkan oleh masyarakat (Atisah, 2002: 1). Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi karya sastra itu sendiri diciptakan, yaitu untuk membenahi pola hidup yang melenceng dari norma. Sementara itu, pengarang sastra itu sendiri adalah anggota masyarakat: ia terikat oleh tatanan sosial tertentu.
Oleh alasannya adalah pengarang berangkat dari kondisi sosial tertentu, karya yang ia ciptakan akan banyak dipengaruhi oleh sistem bahasa yang telah terkonvensi atau yang telah diseakati oleh masyarakat penutur bahasa kawasan pengarang hidup. Bahasa tidak hanya berupa bahasa, atau kata-kata saja. Tetapi juga dengan tanda atau lambang, dan gambar.
Penggunaan bahasa yang berbeda dengan bahasa keseharian di dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa berdialek pewayangan, adalah salah satu alasan penulis untuk memilih naskah tersebut sebagai materi kajian. Karena menurut penulis naskah tersebut sulit untuk ditemukan, penulis mendapatkannya pun bukan dari museum atau tempat-tempat penyimpanan resmi lainnya, melainkan milik kolektif paguyuban yang berada di Pati. Itu pun sudah bukan naskah asli, melainkan naskah yang tulisannya sudah dipindah ke dalam ‘print out’ printer (sudah ditransfer ke dalam gesekan pena cetak komputer).
Apa yang dituangkan dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” ternyata sanggup dijadikan sebagai tauladan hidup bila kita sanggup memetik hikmah dari makna yang terkandung dalam naskah tersebut. Sebab bila kita sanggup membaca gesekan pena tersebut dan menerjemahkan gesekan pena ke dalam yang kita mengerti, aneka macam isi kisah yang sanggup kita ambil.
Akan tetapi karena kesulitan transliterasi, banyak tendensi yang luhur terhambat dimanfaatkan, dipetik dan dijadikan suri teladan. Bahasa yang sangat sulit, sudah jarang digunakan lagi—hanya digunakan oleh mereka para praktisi seni di bidangnya (pakeliran) menjadikan generasi atau masyarakat penutur bahasa yang lebih modern daripada bahasa yang digunakan dalam naskah tidak sanggup memahami sekaligus memanfaatkannya.
Dengan demikian, bahasa dan tendensi mati bahu-membahu dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Mungkin tidak hanya dalam naskah tersebut, tetapi juga dalam naskah lainnya yang bertuliskan huruf dan bahasa yang sudah tidak terpakai lagi dalam kala sekarang ini.
Oleh karena itulah penulis memilih naskah ini sebagai materi kajian. Selain gesekan pena dan bahasanya yang jarang sekali digunakan pada dikala ini, naskah tersebut mempunyai keunikan tersendiri bagi penulis. Keunikan tersebut terletak pada dialeknya—dialek bahasa pewayangan.
1. Adakah bahasa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”?
2. Apa fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat?
1. Ingin mengetahui ada tidaknya bahsa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah Pakeliran Ringgit Purwa”.
2. Ingin mengetahui fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat.
1. Manfaat Teoretis
Teori-teori, asumsi, persepsi atau pernyataan dari aneka macam sumber sanggup membantu peneliti-peneliti sastra lainnya sebagai contoh atau pola dalam mengkaji bahasa, tendensi sekaligus hal-hal yang bekerjasama dengan naskah-naskah kuno maupun naskah-naskah dalam bahasa Jawa yang keberadaannya sekarang mulai tidak begitu mendapatkan perhatian lagi.
2. Manfaat Praktis
Penulisan tawaran ini sanggup membantu peneliti-peneliti sastra lainnya dalam mengkaji naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” mengenai aspek bahasanya, tendensinya maupun aspek-aspek yang lainnya sesuai kebutuhan penelitian yang ingin dikaji lebih mendetail lagi.
Alat untuk mengatakan perasaan dan pikiran adalah bahasa. Baik tidaknya tergantung pada kecakapan sastraawan dalam mempergunakan kata-kata. Dan segala kemungkinan di luar kata tidak sanggup dipergunakan (Slamet Muldjana, 1956: 7), misalnya mimik, gerak dan sebagainya. Kehalusan perasaan sastrawan dalam mempergunakan kaat-kata sangat diperlukan. Juga perbedaan arti dan rasa sekecil-kecilnya pun harus dikuasai pemakainya. Dengan demikian tak berarti bahwa bahasa serta kata-kata karya sastra berbeda dengan bahasa masyarakat.
Meskipun demikian naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” sudah tidak dekat lagi bagi pembacanya. Perkembangan zaman dan peradaban ternyata juga memberi kesempatan bagi bahasa tulis maupun verbal berubah dan berkembang pula.
Naskah merupakan salah satu wujud karya sastra yang membawa tendensi tendensi tertentu dari pengarangnya yang mewakili zaman tertentu pula. Tendensi adalah kecenderungan atau pesan—amanat yang ada dalam sebuah karya, disampaikan secara implisit maupun eksplisit.
Naskah adalah gesekan pena yang masih ditulis dengan tangan, karangan seseorang yang belum diterbitkan, bahan-bahan informasi yang siap untuk diset, rancangan. Tetapi penggunaan kata naskah tersebut ternyata telah mengalami pergeseran dalam kajian ini, alasannya adalah naskah yang penulis maksud sudah berbentuk cetak mesin dari printer, tidak lagi berupa gesekan pena tangan pengarangnya—meskipun belum banyak diterbitkan, secara resmi maupun nonresmi.
Di dalam naskah terdapat teks, yaitu naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari k itab suci untuk pangkal pedoman atau alasan, materi tertulis untuk memperlihatkan pelajaran, berpidato dan sebagainya, ihwal tertulis (KBBI, 2003: 1159).
Penulis memperlihatkan pengertian tersendiri bagi teks, yaitu kata-kata atau gesekan pena yang ada di dalam naskah. Penulis mengibaratkan naskah adalah wadah, sedangkan teks adalah isi di dalam wadah tersebut (dalam hal ini tulisan).
Tulisan merupakan hasil tulis, yang biasanya berupa karangan (KBBI, 2003: 1219). Naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” juga merupakan hasil tulisan. Dalam memahami tendensi di dalam naskah tersebut, haruslah melalui pemahaman mengenai apa yang di tulis dalam teksnya. Hal ini umumnya dilakukan dengan cara pengamatan dan pemahaman.
Melalui pengamatan terus-menerus kita mengumpulkan data dari pengalaman tersebut yang kemudian dimanipulasi dan diproses otak kita untuk membentuk pengertian atau persepsi mengenai dunia visual (John Montague, 2001: 1).
Proses tersebut juga yang penulis lakukan dalam usaha mendapatkan, mengkaji dan mencoba memahami objek yang berupa naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Dalam program itu penulis menggunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
Contoh tawaran penelitiannya sebagai berikut:
Proposal Penelitian
A. JUDUL
Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit PurwaB. LATAR BELAKANG MASALAH
Perubahan terus terjadi, tidak sanggup ditolak atau dipungkiri. Begitu pula dengan karya sastra. Khususnya bidang penulisan kreatif, akan terus berubah seiring dengan perubahan serta perkembangan peradaban manusia. Hal ini disebabkan oleh misi karya sastra yang secara kodratnya sebagai cermin atau wakil dari zamannya, dan salah satu wujud dari potret yang terjadi dikala itu—akan juga terus berubah sesuai perubahan masyarakat penikmat sastranya.Pada awal penciptaan, proses penciptaan dan selesai penciptaannya, sebuah karya sastra memang milik pribadi seorang pengarang. Akan tetapi pada gilirannya, sastra diciptakan untuk sanggup dinikmati, diteladani, dipahami maupun dimanfaatkan oleh masyarakat (Atisah, 2002: 1). Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi karya sastra itu sendiri diciptakan, yaitu untuk membenahi pola hidup yang melenceng dari norma. Sementara itu, pengarang sastra itu sendiri adalah anggota masyarakat: ia terikat oleh tatanan sosial tertentu.
Oleh alasannya adalah pengarang berangkat dari kondisi sosial tertentu, karya yang ia ciptakan akan banyak dipengaruhi oleh sistem bahasa yang telah terkonvensi atau yang telah diseakati oleh masyarakat penutur bahasa kawasan pengarang hidup. Bahasa tidak hanya berupa bahasa, atau kata-kata saja. Tetapi juga dengan tanda atau lambang, dan gambar.
Penggunaan bahasa yang berbeda dengan bahasa keseharian di dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa berdialek pewayangan, adalah salah satu alasan penulis untuk memilih naskah tersebut sebagai materi kajian. Karena menurut penulis naskah tersebut sulit untuk ditemukan, penulis mendapatkannya pun bukan dari museum atau tempat-tempat penyimpanan resmi lainnya, melainkan milik kolektif paguyuban yang berada di Pati. Itu pun sudah bukan naskah asli, melainkan naskah yang tulisannya sudah dipindah ke dalam ‘print out’ printer (sudah ditransfer ke dalam gesekan pena cetak komputer).
Apa yang dituangkan dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” ternyata sanggup dijadikan sebagai tauladan hidup bila kita sanggup memetik hikmah dari makna yang terkandung dalam naskah tersebut. Sebab bila kita sanggup membaca gesekan pena tersebut dan menerjemahkan gesekan pena ke dalam yang kita mengerti, aneka macam isi kisah yang sanggup kita ambil.
Akan tetapi karena kesulitan transliterasi, banyak tendensi yang luhur terhambat dimanfaatkan, dipetik dan dijadikan suri teladan. Bahasa yang sangat sulit, sudah jarang digunakan lagi—hanya digunakan oleh mereka para praktisi seni di bidangnya (pakeliran) menjadikan generasi atau masyarakat penutur bahasa yang lebih modern daripada bahasa yang digunakan dalam naskah tidak sanggup memahami sekaligus memanfaatkannya.
Dengan demikian, bahasa dan tendensi mati bahu-membahu dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Mungkin tidak hanya dalam naskah tersebut, tetapi juga dalam naskah lainnya yang bertuliskan huruf dan bahasa yang sudah tidak terpakai lagi dalam kala sekarang ini.
Oleh karena itulah penulis memilih naskah ini sebagai materi kajian. Selain gesekan pena dan bahasanya yang jarang sekali digunakan pada dikala ini, naskah tersebut mempunyai keunikan tersendiri bagi penulis. Keunikan tersebut terletak pada dialeknya—dialek bahasa pewayangan.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulisan tawaran yang berjudul “Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit Purwa” akan membahas dan memecahkan beberapa persoalan sebagai berikut:1. Adakah bahasa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”?
2. Apa fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat?
D. TUJUAN
Dalam penulisan tawaran yang berjudul “Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit Purwa” tujuan yang ingin dicapai antara lain:1. Ingin mengetahui ada tidaknya bahsa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah Pakeliran Ringgit Purwa”.
2. Ingin mengetahui fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat.
E. MANFAAT
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan tawaran yang berjudul “Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit Purwa” antara lain:1. Manfaat Teoretis
Teori-teori, asumsi, persepsi atau pernyataan dari aneka macam sumber sanggup membantu peneliti-peneliti sastra lainnya sebagai contoh atau pola dalam mengkaji bahasa, tendensi sekaligus hal-hal yang bekerjasama dengan naskah-naskah kuno maupun naskah-naskah dalam bahasa Jawa yang keberadaannya sekarang mulai tidak begitu mendapatkan perhatian lagi.
2. Manfaat Praktis
Penulisan tawaran ini sanggup membantu peneliti-peneliti sastra lainnya dalam mengkaji naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” mengenai aspek bahasanya, tendensinya maupun aspek-aspek yang lainnya sesuai kebutuhan penelitian yang ingin dikaji lebih mendetail lagi.
F. LANDASAN TEORETIS
Pengertian bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, percakapan/perkataan yang baik, tingkah laku yang baik atau sopan santun (KBBI, 200: 88).Alat untuk mengatakan perasaan dan pikiran adalah bahasa. Baik tidaknya tergantung pada kecakapan sastraawan dalam mempergunakan kata-kata. Dan segala kemungkinan di luar kata tidak sanggup dipergunakan (Slamet Muldjana, 1956: 7), misalnya mimik, gerak dan sebagainya. Kehalusan perasaan sastrawan dalam mempergunakan kaat-kata sangat diperlukan. Juga perbedaan arti dan rasa sekecil-kecilnya pun harus dikuasai pemakainya. Dengan demikian tak berarti bahwa bahasa serta kata-kata karya sastra berbeda dengan bahasa masyarakat.
Meskipun demikian naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” sudah tidak dekat lagi bagi pembacanya. Perkembangan zaman dan peradaban ternyata juga memberi kesempatan bagi bahasa tulis maupun verbal berubah dan berkembang pula.
Naskah merupakan salah satu wujud karya sastra yang membawa tendensi tendensi tertentu dari pengarangnya yang mewakili zaman tertentu pula. Tendensi adalah kecenderungan atau pesan—amanat yang ada dalam sebuah karya, disampaikan secara implisit maupun eksplisit.
Naskah adalah gesekan pena yang masih ditulis dengan tangan, karangan seseorang yang belum diterbitkan, bahan-bahan informasi yang siap untuk diset, rancangan. Tetapi penggunaan kata naskah tersebut ternyata telah mengalami pergeseran dalam kajian ini, alasannya adalah naskah yang penulis maksud sudah berbentuk cetak mesin dari printer, tidak lagi berupa gesekan pena tangan pengarangnya—meskipun belum banyak diterbitkan, secara resmi maupun nonresmi.
Di dalam naskah terdapat teks, yaitu naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari k itab suci untuk pangkal pedoman atau alasan, materi tertulis untuk memperlihatkan pelajaran, berpidato dan sebagainya, ihwal tertulis (KBBI, 2003: 1159).
Penulis memperlihatkan pengertian tersendiri bagi teks, yaitu kata-kata atau gesekan pena yang ada di dalam naskah. Penulis mengibaratkan naskah adalah wadah, sedangkan teks adalah isi di dalam wadah tersebut (dalam hal ini tulisan).
Tulisan merupakan hasil tulis, yang biasanya berupa karangan (KBBI, 2003: 1219). Naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” juga merupakan hasil tulisan. Dalam memahami tendensi di dalam naskah tersebut, haruslah melalui pemahaman mengenai apa yang di tulis dalam teksnya. Hal ini umumnya dilakukan dengan cara pengamatan dan pemahaman.
Melalui pengamatan terus-menerus kita mengumpulkan data dari pengalaman tersebut yang kemudian dimanipulasi dan diproses otak kita untuk membentuk pengertian atau persepsi mengenai dunia visual (John Montague, 2001: 1).
Proses tersebut juga yang penulis lakukan dalam usaha mendapatkan, mengkaji dan mencoba memahami objek yang berupa naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Dalam program itu penulis menggunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
Untuk sanggup melihat contoh tawaran penelitian selengkapnya sanggup kalian download filenya disini
Belum ada Komentar untuk "✔ Pola Proposal Penelitian Dari Peran Kuliah"
Posting Komentar