✔ Hasil Budaya Zaman Kerikil Madya/Tengah (Mesolitikum/Mesolitik)
Zaman watu madya berlangsung pada kala holosen. Perkembangan kebudayaan pada zaman anyir madya berlangsung lebih cepat daripada zaman watu renta sebab pendukung kebudayaan ini yaitu Homo sapiens (manusia cerdas) makhluk yang lebih cerdas dibandingkan dengan makhluk pendahulunya dan keadaan alam pada zaman watu madya tidak seliar pada zaman watu renta sehingga dalam waktu kurang lebih 20.000 tahun insan telah mencapai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan apa yang telah dicapai insan pada zaman paleolitikum.
Alat watu yang dipakai pada zaman watu renta masih tetap dipakai pada zaman watu madya, bahkan dikembangkan. Perkembangan tersebut menerima imbas kebudayaan dari daratan Asia sehingga memunculkan corak tersendiri.
Alat-alat dari tulang yang dipakai pada zaman watu renta memegang peranan penting pada zaman watu madya. Manusia pada zaman mesolitikum ini telah bisa menciptakan gerabah, yaitu benda pecah belah yang dibentuk dari tanah liat yang dibakar.
Baca juga: Hasil Budaya Zaman Batu Tua (Paleolitikum atau Paleolitik)
Berikut peninggalan budaya pada zaman mesolitikum.
Alat watu yang dipakai pada zaman watu renta masih tetap dipakai pada zaman watu madya, bahkan dikembangkan. Perkembangan tersebut menerima imbas kebudayaan dari daratan Asia sehingga memunculkan corak tersendiri.
Alat-alat dari tulang yang dipakai pada zaman watu renta memegang peranan penting pada zaman watu madya. Manusia pada zaman mesolitikum ini telah bisa menciptakan gerabah, yaitu benda pecah belah yang dibentuk dari tanah liat yang dibakar.
Baca juga: Hasil Budaya Zaman Batu Tua (Paleolitikum atau Paleolitik)
Berikut peninggalan budaya pada zaman mesolitikum.
#1 Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture)
Di abris sous roche banyak ditemukan alat-alat watu dan tulang dari zaman watu madya. Abris sous roche yaitu gua-gua yang dipakai sebagai tempat tinggal. Gua-gua tersebut ibarat ceruk untuk berlindung dari panas dan hujan.
Pada tahun 1931 Van Stein Callenfeils mengadakan penelitian pertama mengenai abris sous roche di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo (Jawa Timur).
Hasil kebudayaan yang ditemukan di Gua Lawa tersebut yaitu alat-alat dari tulang dan tanduk. sebab sebagian besar alat-alat yang ditemukan di Sampung berupa alat-alat dari tulang, maka disebut dengan kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture).
#2 Kebudayaan Toala (Flake Culture)
Selain di Gua Lawa, abris sous roche banyak ditemukan di Sulawesi Selatan, terutama di kawasan Lamoncong, yaitu di Gua Leang Pattae. Di dalam Leang Pattae tersebut ditemukan flake, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Gua Leang Pattae ini didiami oleh suku Toala, sehingga oleh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin suku Toala yang hingga kini masih ada dianggap sebagai keturunan eksklusif penduduk Sulawesi Selatan zaman praaksara.
Oleh sebab hal tersebut kebudayaan abris sous rosche di Lamoncong disebut juga dengan kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala ini merupakan kebudayaan mesolitikum yang diperkirakan berlangsung sekitar tahun 3000 hingga 1000 SM.
Abris sous rosche ini selain ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan juga ditemukan di kawasan Timor dan Rote. Penelitian abris sous rosche di Timor dan Rote dilakukan oleh Alfred Buhler. Di dalam abris sous rosche ditemukan flake dan ujung mata panah terbuat dari watu indah.
Abris sous rosche ini selain ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan juga ditemukan di kawasan Timor dan Rote. Penelitian abris sous rosche di Timor dan Rote dilakukan oleh Alfred Buhler. Di dalam abris sous rosche ditemukan flake dan ujung mata panah terbuat dari watu indah.
#3 Kebudayaan Kapak Genggam Sumatra (Pebble Culture)
Di sepanjang pesisir Sumatra Timur Laut, antara Langsa (Aceh) hingga dengan Medan ditemukan bekas-bekas tempat tinggal insan dari zaman watu madya. Penemuan tersebut berupa tumpukan kulit kerang yang membatu setinggi 7 meter.
Dalam bahasa Denmark, tumpukan kulit kerang ini disebut kjokkenmoddinger (sampah dapur), kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah.
Kjokkenmoddinger ini merupakan ciri utama kehidupan zaman watu tengah yang ditandai oleh penumpukan sampah dapur berupa kulit siput dan kerang di kawasan sepanjang pantai. Tumpukan sampah tersebut tanggapan setiap generasi bertempat tinggal sama sehingga mereka membuang sampah pada tempat yang sama pula.
Hal tersebut menandakan juga bahwa mereka sudah hidup menetap. Dengan kjokkenmoddinger tersebut sanggup menawarkan warta bahwa insan purba pada zaman ini umumnya bertempat tinggal di tepi pantai.
Dr. P.V. van Stein Callenfels pada tahun 1925 melaksanakan penelitian di Bukit Kerang di sepanjang pantai timur Sumatra, yaitu antara Langsa dan Medan. Hasil penelitian tersebut yaitu banyak ditemukan kapak genggam. Kapak genggam ini berbeda dengan kapak genggam pada zaman paleolitikum.
Dalam hal pembuatannya jauh lebih halus. Kapak genggam ini disebut pebble atau kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan tempat penemuannya. Bentuk kapak genggam ini bulat, dibentuk dari watu kali dengan cara membelah watu kali menjadi dua belahan dan belahan belahan tersebut diasah lebih lanjut sehingga menjadi agak halus.
Selain pebble ditemukan juga kapak pendek (hache courter). Kapak pendek (hache courter) yaitu sejenis kapak genggam yang bentuknya kira-kira setengah lingkaran, dibentuk dengan memukuli dan memecahkan watu tanpa diasah, tajamnya terdapat pada sisi yang lengkung.
Hasil budaya lain yang cukup menonjol pada zaman mesolitikum yaitu lukisan gua. Lukisan gua ini diteliti oleh dua orang bersaudara yaitu Roder dan Galis. Lukisan gua yang diteliti oleh mereka terutama yang ada di Papua. Dari hasil penelitian Roder dan Galis, terdapat bukti bahwa lukisan tersebut dibentuk dengan tujuan sebagai berikut.
- Sebagai belahan dari ritual agama, mirip upacara untuk menghormati nenek moyang, upacara memohon kesuburan, dan upacara meminta hujan.
- Untuk keperluan ilmu magis.
- Memperingati kejadian penting yang terjadi di lingkungan tempat tinggal mereka.
Lukisan gua tersebut hampir menyebar di seluruh kepulauan Indonesia terutama di wilayah Indonesia belahan timur. Hal yang menarik dari lukisan gua ini yaitu tema dan bentuk lukisan memperlihatkan kemiripan antara yang satu dengan yang lain, walaupun lukisan tersebut ditemukan di dua tempat berbeda.
Lukisan gua ini sudah mengenal teknik pewarnaan. Untuk warna merah berasal dari hematite (oksida besi atau oker merah), warna putih dan kaolin (dapur), dan warna hitam terbuat dari arang atau mangan dioksida.
Demikian artikel perihal hasil budaya zaman watu madya atau tengah (Mesolitikum/Mesolitik) ini, supaya bermanfaat dan menambah wawasan anda.
Belum ada Komentar untuk "✔ Hasil Budaya Zaman Kerikil Madya/Tengah (Mesolitikum/Mesolitik)"
Posting Komentar